Senin, 03 Oktober 2016

EXPLORE MUTIS dan NARSIS (SOK) PECINTA ALAM

Secara kebetulan saya menonton acara Ring of Fore Adventure (RoFA) yang ditayangkan Kompas TV, Sabtu, 24 September 2016. Menarik bagi saya karena episode kali ini menampilkan eksplorasi tim RoFA terhadap pesona Mutis, gunung tertinggi di Timor Barat. Sebagai anak Timor di tanah rantau, tayangan ini semacam menjadi obat penawar rindu akan tanah kelahiran. Apalagi tayangan video diisi backsound lagu daerah Helele-helela  dan Bolelebo yang akrab di telinga, sesekali mengajak untuk ikut berdendang. Sejauh mengikuti acara RoFA edisi Mutis kali ini, acaranya cukup menarik dan meninggalkan beberapa kesan.
Secara positif saya mengapresiasi inisiatif tim RoFA yang memasukkan Mutis dalam agenda mereka. Eksplorasi mereka yang  luar biasa menyadarkan saya akan potensi alam Timor yang menyimpan kekayaan luar biasa. Saya bersyukur dan bangga lahir dari rahim Timor, tanah sekaligus ibu yang membesarkan, membentuk dan mendidik kami putera-puterinya. Tayangan ini kemudian mengajak saya untuk melihat kembali beberapa potensi wisata alam yang dianugerahkan Tuhan kepada tanah Timor. Barisan bukit nan cantik yang menghiasi hampir seluruh daratan Timor. Padang sabana dan hutan lontar yang menyebar sepanjang pulau. Pantai-pantai yang tiada tara. Beberapa diantara potensi alam itu secara perlahan telah diperkenalkan ke ruang publik seiring kesadaran masyarakat akan kekayaan yang mengitari mereka. Namun harus disadari pula bahwa itu hanya sedikit di antara begitu banyak destinasi yang belum terjamah.
Bahasan tentang alam Timor berkaitan erat dengan manusia Timor. Dengan kata lain ada keterkaitan erat antara geografi dan topografi Timor dengan manusianya. Atau dengan pengertian sebaliknya dapat dikatakan bahwa secara garis besar antropologi dan kultur manusia Timor berkaitan dengan yang alam yang didiaminya. Katakanlah seperti gunung Mutis yang dieksplorasi RoFA, tak dapat dipisahkan dari kehidupan mayoritas etnis Dawan yang mendiami wilayah Timor Barat. Dapat disimpulkan bahwa  Timor selain menyajikan alam sebagai pesona yang memikat,  juga memiliki pesona budaya tak dapat dikesampingkan. Dari sinilah beberapa hal perlu diperhatikan.
Eksplorasi Mutis bisa jadi merupakan kesadaran baru akan begitu banyak kekayaan potensi wisata di wilayah Timor Barat yang belum dieksporasi dan dikenalkan ke publik. Catatan penting yang perlu diperhatikan adalah kesadaran ini hendaknya disertai dengan kesadaran untuk menjaga dan melestarikannya. Katakanlah menikmati tanpa merusak tatanan yang telah berlangsung sekian lama. Antara alam dan manusia memiliki nilai yang erat bertautan, maka pengrusakan terhadap salah satu komponen di dalamnya akan merusak keseluruhan tatanan yang sudah ada. Untuk mengembangkan pesona Timor dibutuhkan pula pemahaman serta kesadaran ekologis dan antropologis yang mendukung.
Dari sini saya secara pribadi memberikan penghargaan kepada tim RoFA yang telah berusaha mengangkat kekayaan terpendam bumi Timor. Namun penghargaan ini disertai sebuah catatan kritis. Bahwa eksplorasi yang dilaksanakan hanya akan menjadi sebuah narsis orang kota yang karena didukung berbagai kemudahan berusaha mengeksiskan diri di mana saja. Sejatinya eksplorasi ini baiknya disertai pembelajaran terhadap dua hal. Pertama, bagi masyarakat lokal, mereka hendaknya disadarkan akan kekayaan mereka, dan bagaimana mereka mengelola kekayaan itu secara berdaya guna untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Kedua, karena eksplorasi ini secara tidak langsung menjadi undangan bagi individu dan kelompok berikut yang juga ingin menikmati pesona gunung Mutis, juga belahan bumi Timor yang lain, maka perlu diberikan pula rambu-rambu yang harus dipatuhi guna menjaga kelestarian lingkungan yang sangat berkaitan dengan manusia yang mendiaminya.

Katakanlah hal-hal praktis seperti tak meninggalkan sampah bawaan pengunjung. Katakanlah tak menciptakan kemungkinan terjadinya kebakaran. Katakanlah tak membuat coretan pada batu maupun pohon-pohon yang ada. Katakanlah tidak memetik bunga-bunga liar yang tumbuh dan menambah pesona alam di sana. Dengan demikian kalimat “tidak meninggalkan apapun selain kesan dan tidak membawa pulang apapun selain gambar” hanya akan menjadi kata kosong di atas narsis keegoan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar