Kamis, 03 November 2016

Mie Rasa Cabe-Cabean

Sabtu. Jeda antara Filsafat Ilmu dan Manajemen Pendidikan kuisi dengan menjawab demonstrasi di perut. Lokasinya satu: Burjo depan kampus. Ini adalah darurat, maka hujan yang sedang deras-derasnya kutembusi saja. Tiba di teras burjo, sambil mengibas air yang berbentuk butiran menggantung di rambut, juga yang mengalir di jaket, ujung mataku menangkap sepasang mata yang tengah menatapku. Tetapi segera beralih ketika pandangan kami bertumbukan. Huh, dasar pencuri pandang. Begitu ketahuan langsung pura-pura menatap atap teras. Ada apa sih? Ahh..., mungkin karena kenekatanku menembus hujan deras yang membuatnya heran. Belum pernah melihat cowok basah, mungkin.
"Aa, kopi item sama nastel ya," kataku sambil mencari tempat duduk yang nyaman.
"Kopinya es, anget apa panas bang?"
"Sekalian kompor gasnya kamu bawa aja kemari," jawabku disambut tawa beberapa pengunjung setia burjo yang ada.
Tetapi tunggu dulu. Ada sesuatu. Sepasang mata tadi masih terus mencuri pandang. Aku jadi risih sendiri. Apa ada yang aneh di wajahku? Atau aku lupa mengancing celana? Ada-ada saja.
Masih mencoba mencari keanehan apa yg ada pada penampilanku sore ini, tiba-tiba seseorang mengambil tempat duduk di sampingku.
"Bang..."
Waduh, sepasang mata itu, lengkap dengan pemiliknya. Ayu tenan... (ini edisi belajar kosa kata Jawa. hehehehe...).
"Iya mbak?" jawabku sambil mencoba mengingat apa kami pernah bertemu sebelumnya. Seingatku...., belum pernah.
"Senyum dong bang???"
Ini harim beta ada lapar bgini minta kena falungku nih. kataku dalam hati.
"Kenapa mbak?"
"Itu..., lesung pipit abang."
Sialan... Ada lapar stengah mati ni cewek datang gombal beta ko apa nih? Tapi lucu juga. Naahhh... Lucu ini yang membuat aku yang sebenarnya ingin pasang tampang garang otomatis tersenyum.
"Hihihi..., manis bang. Makasih ya..." kata si ayu sambil beranjak pergi. Aku hanya melongo heran dengan keanehan sore ini sambil sedikit geleng-geleng kepala.
"Aa..., Indomie rasa cabe-cabean ada?"